Otomotif

Luhut Angkat Bicara perihal Baterai LFP, Tuding Thomas Lembong Bohong perihal Tesla

Kertasleces.co.id – Menteri Koordinator bidang Kemaritiman juga Penanaman Modal Luhut Binsar Pandjaitan menuding Thomas Lembong, salah satu petinggi pasukan pemenangan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar, memberikan data bohong mengenai nilai nikel dunia juga penyimpan daya kendaraan listrik jenis lithium ferrophosphate atau LFP.

Luhut, pada sebuah video yang dimaksud diunggah di tempat Instagram, Rabu (24/1/2024) menyatakan Thomas Lembong, mantan Menteri Perdagangan lalu Kepala Badan Kerjasama Penanaman Modal BKPM telah berbohong pada waktu mengeklaim Tesla di tempat China tak lagi menggunakan elemen penyimpan daya berbahan baku nikel.

“Tidak benar pabrik Tesla dalam Shanghai menggunakan elemen penyimpan daya LFP untuk mobil listriknya. Mereka masih masih gunakan nickel based battery,” tegas Luhut di video berdurasi 8 menit tersebut.

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa mobil Tesla menggunakan akumulator berbahan baku nikel yang dimaksud diproduksi oleh LG dari Korea Selatan.

Diwartakan sebelumnya Tesla memang benar menggunakan sel LFP untuk mobil-mobil listriknya yang tersebut berharga lebih besar murah. Baterai LFP sendiri lebih tinggi ekonomis dikarenakan substansi bakunya tambahan mudah diperoleh, tetapi kelemahanya miliki jarak tempuh lebih tinggi pendek. 

Adapun sel berbahan baku nikel masih digunakan pada mobil-mobil listrik Tesla yang tersebut tambahan mahal dan juga punya jarak tempuh lebih besar jauh.

Lebih lanjut Luhut mengakui bahwa riset elemen penyimpan daya LFP pada waktu ini terus tumbuh kemudian bukan terutup kemungkinan nikel semakin sedikit digunakan di teknologi penyimpan daya kendaraan listrik.

Tetapi ia menguraikan bahwa strategi pengembangan lebih lanjut nikel Indonesia juga bertujuan untuk menjaga dari bidang mobil listrik berpaling dari nikel.

Indonesia ketika ini adalah negara dengan cadangan nikel terbesar dunia. Bahkan pasokan dari Indonesia sangat berpengaruh pada harga jual komoditas yang dimaksud secara global.

“Tom harus ngerti, kalau harga jual nikel terlalu tinggi sangat berbahaya. Kita belajar dari perkara kobalt,” beber Luhut.

Ia menjelaskan lahirnya penyimpan daya LFP adalah akibat melonjaknya biaya kobalt dunia.

“Tiga tahun lalu nilai tukar (kobalt) begitu tinggi, orang akhirnya mencari bentuk penyimpan daya lain. Itu salah satu pemicu lahirnya elemen penyimpan daya LFP,” lanjut Luhut.

Luhut menerangkan, apabila Indonesia membiarkan biaya nikel dunia terlalu tinggi maka sektor mobil listrik akan dipaksa untuk mengembangkan teknologi akumulator lain yang digunakan tidaklah menggunakan nikel.

“Oleh lantaran itu kita mencari keseimbangan benar, supaya betul-betul barang kita ini tetap saja masih dibutuhkan sampai beberapa belas tahun yang dimaksud akan datang,” lanjut Luhut, sembari mengingatkan bahwa elemen penyimpan daya nikel sanggup didaur ulang sementara akumulator LFP sampai ketika ini belum bisa saja didaur ulang.

(Sumber: Suara.com)

Related Articles

Back to top button