Bisnis

Pertumbuhan Kredit Tinggi, Prospek Bagian Lembaga Keuangan Cerah

Kertasleces.co.id – JAKARTA – Industri perbankan dinilai mempunyai prospek cerah seiring dengan proyeksi perkembangan kredit yang digunakan tetap memperlihatkan tinggi, sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia (BI) di area kisaran 10-12%.

“Rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit ratio juga masih relatif terjaga di area bawah 85%, dan juga dengan tingkat kredit tidaklah lancar yang tersebut juga masih rendah, ruang bagi peningkatan pertumbuhan kredit juga masih terbuka,” kata Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto pada acara Media Massa Day dalam Jakarta, Selasa (23/4/2024).

Rully menuturkan, kondisi yang disebutkan merupakan hasil dari kebijakan makroprudensial pemerintah yang mana pro-growth. Pertumbuhan kredit pada bulan Januari 2024 tercatat cukup tinggi mencapai 11,8% year on year (yoy), tertinggi pada hampir lima tahun terakhir. Sedangkan peningkatan kredit pada bulan Februari 2024 sedikit lebih banyak rendah tapi tergolong tetap memperlihatkan tinggi sebesar 11,3% yoy. Sementara, Gross NPL pada periode yang serupa masih rendah, yaitu 2,35%.

“Kami memandang bahwa dengan kebijakan makroprudensial yang tersebut longgar serta disertai dengan likuiditas yang dimaksud masih memadai, peningkatan kredit masih akan tetap saja kuat lalu mengupayakan perkembangan ekonomi Indonesia walau di dalam berada dalam berbagai tantangan di area sepanjang tahun 2024 ini,” ujar Rully.

Kendati demikian, Rully juga menilai perbankan perlu terus memitigasi risiko agar stabilitas sektor keuangan masih terjaga. Dia menilai perbankan kelihatannya memang sebenarnya akan lebih lanjut berhati-hati pada menyalurkan kredit mengingat kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak pandemi Covid-19 sudah pernah berakhir per tanggal 31 Maret 2024.

Di luar perbankan, Rully menilai kondisi perekonomian Indonesia ketika ini masih dihadapkan dengan berbagai tantangan. Salah satu tantangan terbesar ketika ini adalah tingginya tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Pergerakan rupiah di jangka menengah menurutnya masih sangat sulit untuk diprediksi oleh sebab itu sangat dipengaruhi oleh isu global, tidak dipengaruhi oleh kondisi pada di negeri.

Rully menyebutkan tren pelemahan rupiah lebih besar disebabkan oleh sentimen higher-for-longer suku bunga kebijakan the Fed yang mana kembali menyebabkan volatilitas serta ketidakpastian lingkungan ekonomi global. “Sentimen global tersebut, yang juga berdampak untuk besarnya aliran modal asing pergi dari dari Indonesia, menyulitkan BI untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneter di waktu dekat,” pungkasnya.

Related Articles

Back to top button