Kesehatan

10 Rekomendasi Cara Penanganan Stunting di area Indonesia, Capres-Cawapres Wajib Tahu Untuk Jadi Bekal Debat Terakhir

Kertasleces.co.id – Hari Gizi Nasional dalam Indonesia yang diperingati setiap tanggal 25 Januari. Perayaan itu sekaligus untuk mengingatkan masyarakat bahwa Indonesia masih menghadapi berbagai kesulitan gizi, baik berbagai jenis kekurangan maupun pada sebagian tindakan hukum juga terjadi obesitas.

Guru Besar Fakultas Bidang kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K)., mengungkapkan, salah satu jenis kekurangan gizi yang mengkhawatirkan pada Indonesia ialah stunting, yakni gangguan pertumbuhan pada anak dalam mana tinggi badan tidak ada sesuai dengan umur.

Data Kementerian Bidang Kesehatan RI pada 2022 mencatatkan kalau bilangan stunting nasional pada masa kini sebanyak 21,6 persen. Tak heran kalau stunting juga menjadi salah satu fokus isu dari para paslon capres cawapres 2024.

“Stunting juga menjadi perhatian para pimpinan politik, lalu hampir pasti akan dalam singgung juga pada Debat Pasangan Calon Presiden pada 4 Februari mendatang, debat terakhir pada pilpres kali ini,” kata Prof. Tjandra lewat pernyataan tertulisnya untuk suara.com pada Kamis (25/1/2024).

Agar pembahasan lebih banyak tepat sasaran, prof. Tjandra membeberkan satu puluh hal terkait pengendalian stunting. Rekomendasi itu berdasarkan publikasi dari Organisasi Bidang Kesehatan Global atau WHO kemudian UNICEF.

“Enam rekomendasi pertama adalah yang tersebut bersifat secara langsung di area kemampuan fisik pada lapangan, sementara rekomendasi-rekomendasi selanjutnya merupakan hal yang dimaksud harus tersedia agar acara kebugaran penanganan stunting berjalan baik,” kata Mantan Direktur WHO Asia Tenggara tersebut.

Berikut satu puluh rekomendasi tersebut:

Pertama, memperbaiki data serta pemahaman tentang stunting dan juga meningkatkan cakupan acara pencegahannya.

Kedua, menetapkan kebijakan juga menguatkan intervensi tentang kondisi tubuh juga gizi maternal, mulai dari sejak remaja putri.

Ketiga, mengimplementasi intervensi untuk penerapan ASI eksklusif juga kebijakan penyertanya.

Keempat, menguatkan intervensi di dalam penduduk (“community-based intervention”), termasuk kegiatan higiene, sanitasi lalu penyediaan air (“water, sanitation and hygiene – WASH”), meindungi anak dari penyakit diare, malaria, kecacingan juga gangguan lingkungan yang menyebabkan infeksi subklinis.

Kelima, memperbaiki dan juga memperluan pelayanan kebugaran Ibu juga Anak (KIA) di dalam seluruh pelosok negeri.

Keenam, ketersediaan anggaran kondisi tubuh yang mana memadai, tentu termasuk untuk penanggulangan stunting dari hulu ke hilir.

Ketujuh, menjamin pasokan rantai pangan agar tersedia kemudian terjangkau oleh rakyat dalam berbagai daerah, dari pertanian sampai ke piring penduduk (“from farm to plate”).

Kedelapan, meningkatkan kemampuan sektor ekonomi keluarga untuk membeli komponen makanan yang dimaksud diperlukan (“purchasing power”).

Kesembilan, menjamin tingkat lembaga pendidikan remaja putri kemudian kaum wanita.

Kesepuluh, komitmen lalu kepemimpinan kebijakan pemerintah (“political leadership”) yang digunakan berpihak pada kesehatan, khususnya pada kegiatan promotif dan juga preventif tanpa meninggalkan kegiatan kuratif rehabilitatif.

(Sumber: Suara.com)

Related Articles

Back to top button