Bisnis

Terungkap! Orang Dalam Hal ini Sebut Seluruh Proyek Food Estate Jokowi Gagal Total

Kertasleces.co.id – Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Dwi Andreas Santosa mengklaim dirinya terlibat pada pengerjaan proyek food estate atau lumbung pangan nasional yang di area gagas oleh pemerintah Joko Widodo (Jokowi).

Andreas pun mengungkapkan bahwa seluruh proyek ini mengalami kegagalan yang digunakan masif dikarenakan melanggar kaidah mengenai sistem pertanian.

Pernyataan ini sangat berbanding terbalik dengan klaim Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang mana menyampaikan acara ini ada yang tersebut berhasil.

“Yang ada seluruh food estate dalam Indonesia gagal total tak ada yang digunakan berhasil,” kata Andreas di sebiah diskusi bertajuk ‘Outlook Kondisi Keuangan Sektor-sektor Vital 2024’ yang tersebut diselenggarakan oleh CORE Indonesia pada Tebet, Ibukota Selatan pada Selasa (23/1/2024).

Andreas berani bicara seperti ini akibat bergabung terlibat pada pengerjaan proyek. Bahkan dirinya dengan dengan yang digunakan lainnya dipanggil secara khusus ke Istana oleh Jokowi.

Andreas bercerita sebetulnya proyek ini mulai digagas pada tahun 1996 era Presiden Soeharto dengan nama Mega Rice Project. Kala itu beliau masuk di regu analis resiko lingkungan untuk menggarap sekitar 1,6 jt hektar lahan gambut di area Kalimantan Tengah, dimana ia bertugas untuk menganalisis sekitar 30 ribu hektare lahan. Namun entah alasan apa proyek ini dihentikan pada 1999 oleh Badan Perencanaan Nasional (Bappenas).

Padahal kata ia pemerintah telah mengeluarkan sekitar Rp3 triliun untuk pembabatan lahan proyek yang dimaksud kemudian harus mengeluarkan Rp3 triliun untuk kembali melakukan rehabilitasi lahan. “Jadi impas waktu itu, merusak Rp3 triliun lalu rehabilitasi Rp3 triliun lagi kemudian menjadi perusakan (lahan) yang luar biasa besar,” cerita Andreas.

Kemudian pada 2015 terjadilah kebakaran lahan gambut di tempat areal yang dimaksud lalu menyebabkan kejadian kebarakan hutan dan juga lahan terbesar di dalam Indonesia. “Ada 125 titik disana, kita jadi pengekspor asap ke Singapura juga Malaysia,” katanya.

Nah kemudian pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2008, pemerintahan kala itu kembali membuka kegiatan food estate yang digunakan diberi nama Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE). Yang jadi pembeda pada acara ini SBY memberikan lahan yang tersebut telah dipetakan ke 37 investor.

“Hasilnya apa? saya berdiskusi dengan salah satu investornya belum lama ini dalam Fakfak. Dulu saya datang ke Marauke itu seperti gajah meninggalkan seperti semut. Jadi itu semua gagal total,” katanya.

Begitu juga dengan nasib food estate lainnya seperti Bulungan 300 ribu hektare, food estate Ketapangan100 ribu hektare semuanya gagal total.

Begitu juga food estate era Jokowi bernama rice estate pada Marauke gagal total dengan luas lahan 1,2 jt hektare. “Angka 1,2 jt itu hitungan dari saya, kenapa dikarenakan ketika itu saya dipanggil Istana usai Presiden bertemu dengan publik adat Marauke serta menyatakan akan mengembengkan rice estate sebesar 4,6 jt hektare,” cerita Andreas.

“Saya tanya ke orang Istana ini, sampean tahu gak luas Marauke itu berapa, dijawab engga tahu mas. Saya bilang luasnya 4,6 jt hektare. Emang semuanya lahan itu mau dikonversi jadi sawah gitu,” Tambah Andreas.

Nasib rice estate ini pun kata Andreas gagal total juga sebab hasilnya ‘nol’.

“Kenapa, akibat waktu itu saya diundang Medco bertemu Arifin Panigoro berdialog juga bilang saya engga sanggup juga pergi dari juga dari Marauke,” kata Andreas.

Nah pada tahun 2020 lalu 2021, Andreas kembali terlibat pada proyek food estate dimana dirinya diminta agar proyek ini bukan digarap oleh BUMN Pangan. Sehingg kata beliau hingga pada waktu ini tak ada satu BUMN Pangan yang digunakan terlibat pada proyek ini juga menyebabkan acara ini terus gagal untuk dikerjakan.

“Kenapa gagal, oleh sebab itu kegiatan ini melanggar kaidah-kaidah ilmiah lalu akademis,” ungkapnya.

Dirinya menjabarkan ada 4 pilar kaidah ilmiah yang harus dipenuhi untuk pengembangan food estate. Yang pertama adalah kelayakan tanah juga agroklimat.

Pilar kedua adalah kelayakan infrastruktur, yang tersebut terdiri dari jaringan irigasi juga jalan usaha tani. Kemudian, pilar ketiga adalah aspek budidaya juga teknologi yang mana menyangkut varietas bibit unggul juga teknologi pertanian. Dan pilar terakhir adalah sosial kemudian ekonomi.

Dari seluruh pilar ini kata ia semuanya tiada ada yang tersebut memenuhi, tetapi proyek ini tetap saja dilanjutkan.

“Saya tak ingin terjebak di hal politis jadi saya ungkapkan apa adanya lantaran kebetulan saya terlibat pada proyek ini,” pungkasnya.

(Sumber: Suara.com)

Related Articles

Back to top button